Mahasiswa UNIPMA Ungkap Tradisi Gumbrekan Mahesa di Desa Banyubiru 

Kamis, 15 Juli 2021. Pengembangan riset tentang sain, teknologi, budaya dan sosial humaniora merupakan salah satu dari wujud tri dharma perguruan tinggi. Tim PKM-RSH sebagai bagian dari civitas akademika berupaya mengungkap kajian budaya tradisi Gumbrekan mahesa di Desa Banyubiru, kecamatan Widodaren, kabupaten Ngawi.  Desa Banyubiru terkenal sebagai kampung kerbau.

Salah satu tradisi lokal di Desa Banyubiru adalah “Gumbrekan Mahesa”. “Gumbrekan Mahesa” diartikan sebagai “ulang tahun kerbau” yang diperingati setahun sekali. Kearifan lokal Gumbrekan Mahesa ini diyakini sebagai wujud rasa syukur warga atas anugerah panen yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Hasil panen yang dihasilkan masyarakat tentunya tidak terlepas dari peran kerbau untuk membajak sawah. Perayaan Gumbrekan Mahesa digelar secara turun temurun. Perayaan ini  semua kerbau diistirahatkan, dirawat, dimajakan dan tidak digunakan membajak sawah. Tradisi ini diikuti oleh arakan 100 tumpengan oleh masyarakat setempat dan tabuhan lumpang oleh ibu-ibu. Terdapat sekitar 700 lebih kerbau milik 65 warga dikeluarkan, dikumpulkan di lapangan, dimandikan lalu dikandangkan.

“Sejak Pandemi Covi19, Gumbrekan Mahesa tidak lagi digelar. Kami khawatir budaya ini akan hilang dan terlupakan” ujar Giyono tokoh masyarakat Desa Banyubiru.

Keberadaan 700 kerbau dan tradisi Gumbrekan Mahesa di Desa Banyubiru ini belum banyak diketahui oleh masyarakat di luar Kecamatan Widodaren. Selama ini belum ada kajian yang membahas tentang nilai-nilai luhur kearifan lokal pada Gumbrekan Mahesa. Kajian etnopedagogi belum banyak dieksplorasi, sehingga masyarakat belum banyak mengetahui informasi dan makna tentang perayaan ini.

Tim PKM-RSH yang terdiri dari Putri Rashinta Damayanti, Indah Rahmadianti, Nanda Fatma dan Adelia Efriliana melakukan kajian etnosain dan enopedagogi tentang tradisi Gumbrekan Mahesa. Hal ini bertujuan untuk menggali informasi yang kemudian di wujudkan dalam bentuk buku, katalog, poster dan video profil yang dapat dimanfaatkan masyarakat. Sehingga walaupun di masa Pandemi masyarakat tetap dapat mengetahui keberadaan tradisi Gumbregan Mahesa.

“Selain wawancara, kami juga diajari cara membuat “pecut, klothak, tumpeng dan caping daun jati sehingga makna dan filosofi tradisi ini dapat dipelajari secara mendalam” ungkap Putri.

Kegiatan ini dilakukan sebagai basic research untuk pengembangan produk wisata virtual. “Kami bekerjasama dengan berbagai pihak dari multidisiplin ilmu untuk terus menggali dan mengembangkan tradisi Gumbregan Mahesa” kata Linda Yuhanna selaku dosen pendamping. Kami berharap desa Banyubiru bisa menjadi salah satu Desa Binaan Universitas PGRI Madiun.